Wednesday, August 24, 2011

Vertical Drain di Indonesia



Para ahli teknik sering dihadapkan pada kondisi untuk mendirikan bangunan pada lahan dengan tanah berbutir halus dan jenuh air yang mempunyai properti drainase yang jelek. Apabila tidak dilakukan perkuatan terhadap tanah pada saat permulaan , maka tambahan beban dari struktur baru akan menyebabkan air terperas keluar dari waktu ke waktu. Lapisan tanah akan terpadatkan atau mengalami penurunan bersamaan dengan waktu air dikeluarkan.
Selama keseluruhan proses konsolidasi ini, pergerakan atau pergeseran pondasi dari struktur akan berlanjut hingga penurunan tanah selesai. Pada saat tersebut maka akan terjadi kerusakan struktur yang tidak bisa diperbaiki.
Hal yang kritis adalah seluruh tekanan air yang berlebih harus dipindahkan dari dalam tanah sebelum pekerjaan konstruksi dimulai. Sehingga akan meningkatkan daya dukung tanah untuk mampu mendukung beban dari bangunan baru atau struktur lain di atasnya. Namun demikian, tanah berbutir halus dan dapat terkompresi mempunyai permeabilitas yang rendah sehingga memerlukan waktu konsolidasi yang lama. Masalah ini dapat diatasi dengan memasang vertikal drain yang menyediakan jalur drainase yang lebih pendek dan lebih mudah supaya air bisa keluar dengan cepat. Pada akhirnya derajat konsolidasi yang sama akan tercapai baik dengan vertikal drain ataupun tidak. 

Vertikal drain berguna untuk mempercepat waktu penurunan yang diperlukan dalam menyelesaikan proses konsolidasi. Makin pendek jarak antar vertikal drain yang dipasang, maka akan makin cepat laju penurunannya.
Timbunan ditempatkan di atas lahan berfungsi untuk memicu terjadinya pergerakan air. Peningkatan tekanan air pori yang disebabkan oleh gaya dari berat timbunan (gradient) akan memindahkan air ke jalur drainase terdekat dan kemudian naik menuju lapis drainase yang terdapat pada permukaan tanah di bawah timbunan. Bilamana target konsolidasi sudah tercapai maka pekerjaan konstruksi dapat dilanjutkan. Lahan dapat dipersiapkan dalam waktu hanya beberapa bulan dibandingkan dengan bertahun - tahun atau bahkan puluhan tahun apabila tidak menggunakan vertikal drain.
Konsep awal vertikal drain dikembangkan pada tahun 1920-an, dengan membuat kolom pasir di dalam tanah. Kolom pasir bertindak sebagai jalur drainase karena pasir memiliki permeabilitas yang lebih baik daripada lempung atau lanau disekitarnya. Pada tahun 1940-an, Walter Kjellman mengembangkan prefabrikasi vertikal drain yang pertama (‘sumbu’) yang terdiri dari beberapa saluran yang dilekatkan pada inti berupa karton yang kaku. Konsep tersebut kemudian dikembangkan pada awal tahun 1970-an, dengan penggunaan inti drainase berbahan sintetik dengan saluran-saluran arah memanjang ataupun yang berupa celah-celah, yang kemudian dibungkus dengan kertas atau filter non woven.

Performa Vertikal Drain
Selama proses konsolidasi, vertikal drain akan terkena gaya tarik dan juga gaya tekan akibat proses pergeseran dan penurunan tanah. Hal tersebut akan menimbulkan pengaruh yang berat atas kemampuan fungsi drainase sebagai berikut:
  • Perpindahan tanah ke arah lateral dapat menyebabkan beberapa vertikal drain tertentu akan mengalami pemuluran yang dapat melebihi batas titik runtuhnya.
  • Kompresi tanah secara vertikal (penurunan) menyebabkan beberapa vertikal drain terjepit , beberapa kejadian mengakibatkan bagian inti vertikal drain menjadi terlipat dan tertekuk.
Performa vertikal drain pada kedua kondisi tersebut di atas harus dipertimbangkan dalam memilih vertikal drain. Kegagalan fungsi vertikal drain secara serius akan merugikan jadwal konstruksi proyek dan juga kestabilan struktur.
Prefabricated Vertical Drain
Secara khas, inti vertikal drain dirancang secara khusus untuk memastikan kecukupan dari kapasitas pengaliran yang akan terjaga sepanjang waktu, bahkan pada kondisi yang paling berat.
Vertikal drain tersedia dalam beberapa tipe geotekstil filter dan beberapa tipe inti vertikal drain untuk menyesuaikan berbagai kondisi tanah dan pekerjaan teknis.

Geotube

GEOTUBE

Sebagai ne
gara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yang diapit oleh dua samudra luas, abrasi terhadap garis pantai merupakan salah satu hal serius yang dihadapi oleh Indonesia. Ditambah lagi dengan banyaknya fasilitas publik di sekitar pantai, sehingga memerlukan penanganan yang tepat guna dan ekonomis.

Berbagai cara dapat diterapkan untuk mengendalikan abrasi misalnya dengan membuat bangunan pantai seperti : pemecah gelombang, krib, dan dinding laut, atau dengan cara menanam tanaman pencegah abrasi seperti pohon bakau.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, salah satu cara lain yang relatif ramah lingkungan dan murah karena dapat memanfaatkan material setempat adalah konstruksi geotube dan geobag.

Geotextile Containment adalah material yang dibuat dari bahan geotekstil dengan kuat tarik yang cukup tinggi dan sudah difabrikasi dalam keadaan sudah jadi sehingga hanya memerlukan proses pengisian dan penempatan di lokasi proyek. Disain material tersebut sudah mempertimbangkan faktor gaya yang bekerja secara internal maupun eksternal sehingga mampu bertahan baik selama proses pemasangan maupun setelah pemasangan terhadap gaya gelombang yang mengenainya.

Fungsi utama Geotextile containment adalah sebagai pengganti inti bangunan pantai yang biasanya menggunakan batu, sehingga material ini bisa dikategorikan sebagai material yang ramah lingkungan dan memudahkan dalam konstruksi bangunan.

Berdasarkan ukuran dan cara pelaksanaan di lapangan, geotextile containment dibedakan menjadi 3 jenis yaitu geobag, geotube dan geocontainer.



Wisata Sambil Kerja
Powered by Telkomsel BlackBerry®